Mereka bilang 4 tahun pertama itu sulit, karena masih dalam proses penyesuaian diri. Benar saja, memahami karakter dan kepribadian orang yang hanya bertemu di jam-jam tertentu saja lumayan membuat hati bergejolak. Apalagi seseorang yang selalu membersamai perjalanan kita dalam 1 x 24 jam selama 30 hari dalam 12 bulan yang sekarang hampir menuju 48 bulan, tentu saja gejolak emosi yang dirasa sangat tak terhingga. Butuh iman yang kuat dalam mematahkan sebentuk ego, semata agar hubungan tetap berjalan lancar dan baik-baik saja. Terlebih jika tinggal bersama orang tua dan telah dikaruniai buah hati. Akan banyak konflik yang menemani dan musti kuat-kuat hati menjalaninya.
Alhamdulillah, memiliki suami yang walau keras namun sabarnya tak terkira. Dia memilih diam jika sekali dua kali istri masih saja teledor, dan menikmati saja kekurangan istri. 'Aku mencintaimu', itu bukan kata yang mudah keluar dari mulutnya, sebagai perempuan yang haus kata-kata cinta aku mencoba memahami itu. Dia mengungkapkan rasa hanya lewat sikap, begitulah suamiku. Berbeda dengan aku yang sedikit-sedikit melow, lalu emosi naik turun ketika ada yang tidak sesuai. Sikap tenang dan santai yang ditunjukkan sang suami ternyata mampu membuat istri berpikir apa penting membahas semua ini.
Setahun terakhir adalah puncak dari gejolak emosi tertinggi yang 'ku rasa. Tapi sekali lagi, keyakinannya mendamaikan. Sama-sama saling support untuk sebuah keputusan yang nggak main-main. Adalah ketika dia memilih mensupport aku untuk berhenti bekerja agar bisa fokus ke keluarga. Lalu kemudian meyakinkannya untuk pindah kerja meskipun penghasilan kami jadi menurun, namun insya Allah berkah. Alhamdulillah, setiap masalah menjadi pembelajaran yang mendewasakan hingga kami menjadi paham arti sebuah keluarga.
Pe-er kedepan adalah bagaimana kami berperan penuh dalam mendidik anak-anak menjadi soleh dan soleha, dan semakin meningkatkan ibadah agar tercapai sakinah, mawaddah, warahmah. Insya Allah.
#30dwcjilid21day27
#squad4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar