Kabar mendadak yang kuterima sore itu ampuh membuat lunglai seluruh tulangku. Kenapa tiba-tiba?? Padahal kita usai bercerita siang tadi. Semoga Ayah baik-baik saja dan segera sembuh. Ya, sore itu sesampainya di rumah pintu di ketuk dan ternyata Paman ku datang memberi kabar bahwasanya Ayah di rawat karena napas Beliau sesak, penyakit jantung Ayah kambuh lagi.
Aku yang sedari siang menon-aktifkan ponselku langsung mengambil ponsel dan menghubungi Ibu. Ibu meminta kami pulang, kebetulan Aku dan Kakak-kakakku diluar kota semuanya. Usai menutup telpon dari Ibu, Aku langsung menghubungi saudara-saudaraku untuk mengatur keberangkatan. Beruntung jarak keberadaan kami paling jauh 4 jam, jadi semua berkumpul ditempatku dan kami berangkat. Ditemani Paman, adik kandung Ibu, kami menempuh sembilan jam perjalanan dalam satu mobil pada malam itu. Satu do'a yang terucap di dalam hati, semoga Ayah baik-baik saja.
Alhamdulillah dalam waktu empat jam kami telah menempuh separoh perjalanan menuju kota tempat kami tumbuh dewasa bersama. Kakak keduaku yang mengendarai mobil, kami istirahat sebentar untuk makan karena belum makan sejak berangkat. Tidak ada yang berselera makan, karena yang ada di kepala kami masing-masing bagaimana agar cepat sampai ke tempat Ayah. Baru selesai mie rebus yang kami pesan tiba-tiba ponsel Paman ku berdering, raut wajah Paman berubah ketika berbicara dengan pemilik suara diseberang sana. Deg!! "Pasti sesuatu telah terjadi," batinku.
Dengan ragu-ragu Paman berkata "Anak-anak, yang sabar ya..Ayah sudah mendahului kita". Kami tidak menangis, apalagi meraung-raung, tidak. Kami hanya terdiam, lalu airmata itu jatuh. Semua sibuk menata hati masing-masing, Aku terpaku membisu, Ayah telah pergi.
Mie rebus yang kami pesan hanya sesuap dua suap kami makan, kami sudah tidak berselera lagi, pikiran kami sudah melayang ke tempat Ayah. Kami memutuskan melanjutkan perjalanan dengan membiarkan makanan bersisa. Masih Kakak keduaku yang mengendarai mobil, namun hanya sesaat Beliau tak mampu menahan lagi lalu menghentikan kendaraan dan menangis terisak. Takut terjadi apa-apa jika dilanjutkan, Kakak tertuaku langsung mengambil alih setir menggantikan Kakak keduaku, Beliau memang yang paling manja diantara kami bertiga.
Sepanjang perjalanan Aku hanya berdo'a didalam hati, mata kupejamkan tapi tak bisa terlelap. Paman berkata "pelan-pelan saja, mereka menunggu kita".
Pukul enam subuh kami sampai didepan rumah, suasana sudah ramai oleh pelayat dan keluarga besar. Kami langsung ke tempat Ayah, disitu tangis Kakak-kakakku pecah. Semua orang ikut hanyut didalamnya. Betapa tidak, Ayah adalah sosok yang dikenal masyarakat, Beliau orang yang terbuka hingga semua orang tahu seberapa dekatnya Beliau dengan keluarga. Ketika lebaran atau momen-momen penting kami berkumpul, kita kemana-mana bersama. Entah itu jalan-jalan atau sekedar bertamu ke rumah saudara. Semua orang tahu kami sangat bergantung kepada Ayah dan tentu saja mereka tahu seberapa kehilangannya kami.
Pukul sebelas jenazah selesai dimandikan dan siap dibawa ke pemakaman, bertepatan dengan waktu Dzuhur Beliau disholatkan di Masjid dimana Beliau adalah ketua pengurus di Masjid tersebut.
Pukul dua siang Beliau selesai dimakamkan, tak hanya keluarga yang muram namun semua yang ikut mengantarkan terlihat murung diwajahnya. Meski hatiku terluka namun Aku masih bersyukur, banyak yang mengantarkan Ayah dan banyak yang bersedih dengan kepergian Ayah. Pernah Aku mendengar ceramah yang potongan kalimatnya seperti ini "Beruntunglah seseorang yang apabila dia wafat orang lain merasa sedih dan kehilangan, dan merugilah seseorang yang apabila dia wafat orang lain merasa bersyukur, aman dan nyaman".
Semoga kita bisa menjadi orang yang beruntung itu.
Bersambung...
#30dwcjilid20day27
#squad10
#pejuang30dwc
#piTha_dp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar